BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam adalah salah satu ajaran yang di turukan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Pada dasarnya islam
bukan hanya sekedar agama namun juga ada beberapa aspek lain yang mempengaruhi
sepeti kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Selain itu Islam memiliki banyak
dimensi diantaranya dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik, ilmu
pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah, perdamaian, sampai pada
kehidupan rumah tangga dan masih banyak lagi. Oleh karena itu untuk memahami
berbagai dimensi ajaran Islam tersebut diperlukan berbagai pendekatan yang
digali dari berbagai disiplin ilmu. Di dalam Al Qur’an yang merupakan sumber
ajaran Islam dijumpai beberapa ilmu yang di jelaskan secara global dan hadits
yang menjelaskan tentang spesifikasi ilmu tersebut misalnya dijumpai ayat-ayat
tentang proses pertumbuhan dan perkembangan anatomi tubuh manusia. Untuk menjelaskan
masalah ini jelas memerlukan dukungan ilmu anatomi tubuh manusia. Selanjutnya
untuk membahas ayat-ayat yang berkenaaan dengan masalah tanaman dan
tumbuh-tumbuhan jelas memerlukan bantuan ilmu pertanian. Dari contoh-contoh
diatas menunjukkan bahwa Islam bukan hanya sekedar agama namun juga merupakan
bagian dari ilmu pengetahuan. Di era globalisasi mulai banyak bermunculan
beberapa pandangan mengenai Islam itu sendiri. Agama tidak boleh dipandang
hanya sekedar menjadi lambang kesalehan
saja melainkan secara konsepsional
menunjukkan cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah. Berkenanaan
dengan pemikiran diatas,maka kita perlu mengetahui dengan jelas
pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam memahamai agama. Hal ini perlu
dilakukan karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara fugsional
dapat dirasakan oleh penganutnya.
Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai macam pendekatan
tersebut agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional dan
akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama dan hal ini
tidak boleh terjadi. Ditinjau dari perspektif pendekatan yang digunakan, studi
Islam menggunakan berbagai macam pendekatan. Hal ini sangat menarik untuk
dikaji agar dapat mengetahui pendekatan apa saja yang digunakan untuk mengkaji
islam. Namun apa yang dipaparkan dalam makalah ini bukan sebuah uraian yang
utuh melainkan hanya sebagian dari macam pendekatan yang digunakan dalam
mengkaji Islam yaitu di tinjau dari pendekatan teks studi Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian
dari pendekatan dalam studi Islam?
2. Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan
normatif?
3. Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan
semantik?
4. Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan
filologi?
5. Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan
hermeneutika?
C.Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui
pengertian dari pendekatan dalam studi Islam.
2. Untuk memahami agama
bila dilihat dari pendekatan normatif.
3. Untuk memahami agama
bila dilihat dari pendekatan semantik.
4. Untuk memahami agama
bila dilihat dari pendekatan filologi.
5. Untuk memahami agama
bila dilihat dari pendekatan hermeneutika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDEKATAN STUDI ISLAM
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendekatan adalah
proses perbuatan, cara mendekati, usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk
mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode-metode untuk mencapai
pengertian tentang masalah penelitian. Secara termonologi Mulyanto Sumardi
menyatakan bahwa pendekatan bersifat axiomatic.
Ia terdiri dari serangkaian asumsi mengenai hakikat bahasa dan pengajaran
bahasa serta belajar bahasa. Bila dikaitkan dengan pendidikan islam pendekatan
mempunyai arti serangkaian asumsi mengenai hakikat pendidikan Islam dan
pengajaran agama Islam serta belajar agama Islam.
Selain itu ada beberapa istilah lain yang mempunyai arti
yang hampir sama dan menunjukkan tujuan yang sama dengan pendekatan yaitu theoretical framework, conceptual framework,
approach, perspective, point of fiew (sudut pandang dan paradigm (paradigm). Semua istilah ini bisa
diartikan sebagai cara memandang dan cara menjelaskan suatu gejala/peristiwa. Dari
beberapa pengertian diatas arti pendekatan masih terus diperdebatkan sehingga
melahirkan dua kelompok besar. Kelompok pertama berpendapat bahwa arti
pendekatan mempunyai dua maknya yaitu dipandang atau dihampiri dengan dan cara
menghampiri atau memandang fenomena (budaya dan sosial). Jika dipandang atau
hampiri, pendekatan berarti paradigma sedangkan cara menghampiri atau
memandang, pendekatan berarti perspektif atau sudut pandang. Sedangkan kelompok
kedua berpendapat bahwa pendekatan berarti disiplin ilmu. Maka ketika disebut
studi islam dengan pendekaan sosiologis sama artinya dengan mengkaji islam
dengan menggunakan disiplin ilmu sosiologi. Konsekuensinya,
pendekatan di sini menggunakan teori-teori dari disiplin ilmu yang di jadikan
sebagai pendekatan. Oleh karena itu arti pendekatan dalam agama bukan hanya
monopoli kalangan teolog dan normalis saja melainkan agama dapat dipahami semua
orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupannya sehingga apabila terjadi
perbedaan pendapat dalam memahami makna pendekatan itu sendiri merupakan hal
yang wajar namun dari semua pendapat diatas dapat dipahami bahwa pendekatan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam studi Islam karena terkait dengan
pemahaman tentang Islam itu sendiri.[1]
B. PENDEKATAN
NORMATIF
Maksud
pendekatan normatif adalah studi Islam yang memandang dari sudut legal-formal
dan atau normatifnya. Maksud legal-formal adalah hubungannya dengan halal dan
haram, boleh atau tidak. Sementara normatif adalah seluruh ajaran yang
terkandung dalam nash. Dengan demikian, pendekatan normatif memiliki cakupan
yang sangat luas. Sebab seluruh pendekatan yang digunakan oleh para ahli usul
fikih, ahli hukum Islam (fuqaha), ahli tafsir, dan ahli hadits yang
berusaha menggali aspek legal-formal dan ajaran Islam dari sumbernya adalah
termasuk pendekatan normatif. Ada juga yang menggunakan pendekatan juridis dan membedakannya dengan normatif. Maksud pendekatan
juridis adalah pendekatan yang menggunakan ukuran perundang-undangan. Pembedaan ini sah adanya, meskipun kedua istilah ini juga
boleh digunakan untuk menunjukkan maksud yang sama.
Ushul
Fikih juga dapat menjadi bagian dari pendekatan normatif. Namun demikian, Ushul
Fikih juga dapat menjadi pendekatan sendiri. Misalnya, ketika dalam satu
penelitian ingin mengetahui metode istinbath apa yang digunakan seorang
mujtahid dalam menetapkan hukum, digunakanpendekatan Ushul Fikih. Artinya,
teori yang kelah digunakan untuk menganalisis masalah tersebut adalah
teori-teori Ushul Fikih.
Sisi
lain dengan pendekatan normatif adalah bahwa secara umum ada dua teori yang
dapat digunakan dengan pendekatan normatif-teologis. Pertama, ada hal yang
untuk mengetahui kebenarannya dapat dibuktikan secara empirik dan
eksperimental. Kedua, ada hal-hal yang sulit dibuktikan secara empiris dan
eksperimental. Untuk hal-hal yang dapat dibuktikan secara empirik biasanya disebut masalah yang berhubungan
dengan penalaran. Sedangkan masalah-masalah yang tidak berhubungan dengan
empirik (ghaib) biasanya diusahakan pembuktiannya dengan mendahulukan kepercayaan. Hanya saja
cukup sulit untuk menentukan hal-hal apa saja yang masuk klasifikasi empirik
dan mana yang tidak terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ahli. Maka sikap
yang perlu dilakukan dengan pendekatan normatif adalah sikap kritis.
Ada
beberapa teori populer yang dapat digunakan dengan pendekatan normatif, di
samping teori-teori yang digunakan ahli hukum Islam, ahli Ushul Fikih, ahli
Hadits, dan ahli tafsir, di antaranya adalah teori teologis-filosofis,
yaitu pendekatan memahami Al-Qur’an dengan cara menginterpretasikannya secara
logis-filosofis, yakni mencari nilai-nilai objektif dari subjektifitas
Al-Qur’an.
Teori
lain adalah normatif-sosiologis dan sosioteologis, seperti yang
ditawarkan Asghar Ali Engerineer dan Tahir al-Haddad, yakni dalam memahami nash
(al-Qur’an dan Sunnah) ada pemisahan antara nash normatif dengan nash
sosiologis. Nash normatif adalah nash
yang tidak tergantung pada konteks. Sementara nash sosiologis adalah nash yang pemahamannya harus disesuaikan
dengan konteks; waktu, tempat, dan konteks lainnya.
Masih
hubungannya dengan memahami nash, khususnya nash al-Qur’an, Muhammad ‘Izzat Darwaza, seperti dikutip Poonawala, al-Qur’an berisi dua hal pokok, yakni :
1. Prinsip fundamental (usul), dan
2. Alat/sebagai prnghubung untuk mencapai
prinsip-prinsip fundamental tersebut.
Prinsip-prinsip tersebut penting karena di dalamnya mengandung tujuan wahyu
dan dakwah Nabi. Hal-hal yang masuk prinsip adalah menyembah Allah dan harus
menyediakan kode etik (norma) yang lengkap tentang tindakan-tindakan (syari’ah). Sisanya, seperti janji Allah akan
membalas perbuatan baik di akhirat dan akan menyiksa orang yang jahat. Dan masih banyak teori-teori dan sisi-sisi lain yang dapat
digunakan dengan pendekatan normatif yang belum dibahas dalam tulisan ini.[2]
C.
PENDEKATAN SEMANTIK
maksud pendekatan semantik adalah kajian yang
menekankan pada aspek bahasa. Maka studi islam dengan menggunakan pendekatan
semantik sama artinya dengan studi tentang islam dengan menekankan pada unsur
bahasa, yang dalam bahasa arab di sebut lughawi. Pendekatan ini sudah demikian
popular dalam kajian tafsir dan fiqih. Dalam penelitian hukum islam dengan
pendekatan semantik ada dua pendekatan yang umum digunakan yakni : (1) Sisi
bahasa (2) Sisi ilat dan hikmah ( analogi dan hikmah ). Tetapi disamping dua
teori ini digunakan pula teori penyelesain terhadap dua dalil /nash yang kelihatanya bertentangan, yang terkenal
dengan ta’arul al-adillah. Maka yang dimaksud semantik adalah sisi bahasa yang
cakupan bahasanya demikian luas,
diantara lain dari sisi (1) struktur/gramatikal (2) tunjukannya /dalalah, dan
dari segi (3) maknawi. Arkoun malah menekankan seluk beluk dan pergeseran arti
kata dalam studi islam dengan pendekatan semantik. Adanya penekanan terhadap
seluk beluk dan pergeseran/perkembangan
kata dan makna dapat di pahami , sebab terbukti kata yang sama di pahami
oleh orang dengan maksud yang berbeda . Penyebabnya boleh jadi (1) Perbedaan
generasi, mungkin juga karna (2) Perbedaan tempat hidup, mungkin juga perbedaan konteks.
Semantik adalah salah satu ilmu yang dianggap
penting karna dengan ilmu ini akan dapat di pahami pesan-pesan Allah lewat
al-quran sebagai sumber ajaran islam. Pendekatan semantik ini juga yang banyak
di gunakan ulama klasik. Bahkan mereka terasa menekankan kajian dengan
pendekatan semantik ini , sebaliknya kurang memberikan perhatian terhadap
konteks; konteks waktu, konteks tempat, konteks keilmuan seperti sosiologi,
antropologi, histori dan lain-lain nya. Munculnya konsep ‘aam dan khas, muhkam
dan mutashabih, mutlak dan mukayyad , qat’i dan dzhanni dan sejenisnya, adalah
hasil kajian dengan semantik.[3]
D.
PENDEKATAN FILOLOGI
Pendekatan filologis dapat dikatakan sebagai aliran
utama dalam kajian keislaman modern. Tidak sedikit sarjana
Barat yang melakukan kajian teks dan manuskrip Islam, khususnya dalam bahasa
Arab, yang tersebar dan tersimpan di perpustakaan-perpustakaan, baik di kawasan
Islam maupun di kawasan Barat sendiri.
Mereka mengumpulkan dan mengklasifikasikan teks dan manuskrip tersebut, menguji
otentitas kepengarangan, menyunting bagian-bagian yang dipandang kabur, memberi
penjelasan dan penafsiran, dan meneliti hubungan antar-teks dan manuskrip itu
sendiri. Melalui kegiatan kajian teks dan manuskrip ini, dengan sendirinya
mereka memperoleh pengetahuan tentang hampir semua aspek keislaman sejauh yang
termuat dalam naskah-naskah yang telah tersedia. Kajian kebahasaan, terutama
bahasa-bahasa Timur Tengah [middle eastern studies], menjadi sangat
penting dalam kegiatan ini, dimana
tidak saja untuk mempersiapkan ahli dan tenaga
terampil kebahasaan, tetapi juga
untuk meneliti aspek-aspek linguistiknya itu sendiri. Karya-karya filologis
Barat pada akhirnya menjadi bahan dan sumber utama dalam kajian-kajian keislaman modern.
Berbicara tentang filologi berarti kita berbicara
mengenai teks. Pembahasan tentang teks akan terkait dengan pengarangnya.
Menyadari bahwa teks dan pengarangnya saling bertautan, namun jarang sekali
keduanya hadir bersama-sama dihadapan kita sebagai pembacanya, dalam setiap
pemahaman dan penafsiran sebuah teks, faktor subjektivitas pembaca sangat berperan. Oleh karena
itu, membaca dalam pandangan Komaruddin Hidayat berarti juga menafsirkan. Lebih
jauh lagi, membaca dan menafsirkan sesungguhnya juga “menulis ulang”
dalam bahasa mental dan bahasa pikir sang pembaca, hanya saja tidak dituliskan.
Ketika sebuah teks hadir di depan kita, teks
menjadi berbunyi dan berkomunikasi hanya ketika kita membacanya dan membangun makna
berdasarkan sistem tanda yang ada. Jadi, makna itu berada dalam teks,
dalam otak pengarang, dan dalam benak pembacanya. Ketiga variabel itu, yaitu the
world of the text, the world of the author, dan the world of the reader,
masing-masing merupakan titik pusaran tersendiri meskipun kesemuanya saling
mendukung bisa juga sebaliknya, membelokkan dalam memahami sebuah teks. Inilah sebagian persoalan besar dan
penting dalam kajian Islam dengan pendekatan filologis.
Meskipun Al-Qur’an di yakini sebagai
kalam Allah, karena tertuang dalam bahasa Arab, cara yang paling dekat
untuk mengenal Al-Qur’an adalah merujuk pada karakter bahasa Arab itu sendiri.
Satu dari sekian banyak buku yang ada, barangkali yang terbaik adalah karya Toshihiko Izutsu,
Ethico-Religious Concepts in the Quran (Montreal, 1996). Model ini
kelihatannya juga dikembangkan oleh M. Quraish Shihab dalam berbagai karya
tulisnya. Dalam pendekatan i ni, pengarang ketika menafsirkan Al-Qur’an
berusaha menggali dan mengembalikan kata serta ekspresi Al-Qur’an dalam wacana
bahasa Arab klasik, bagaimana sebuah kata dan ungkapan dipahami oleh masyarakat
Arab pra-Islam, kemudian kata dan makna itu diposisikan dalam wacana ke-Islaman.[4]
Jadi, Filologi adalah pengetahuan tentang
sastra-sastra dalam arti luas yang mencakup sastra bahasa dan kebudayaan. Maka
filologi berguna untuk meneliti bahasa, meneliti kajian linguistik, makna
kata-kata dan penilaian terhadap ungkapan karya sastra. Dengan demikian seorang
filolog akan berurusan dengan kata-kata dari tulisan yang ada dalam satu teks
yang terkandung dalam satu naskah tulisan tangan. Maka yang menjadi kajian
obyek filologi adalah naskah klasik yang ditulis tanganAda dua hal pokok dalam
kegiatan filologi, yaitu: (1) penulisan/penyalinan kembali terhadap teks asli,
dan (2) pemahaman/memahami teks asli yang ada.
Sebagai konsekuensinya ada beberapa hal yang mungkin
terjadi, yaitu kesalahan dan perubahan. Kesalahan terjadi karena beberapa
kemungkinan, yakni: (1) kurang memahami bahasa, (2) kurang memahami pokok
persoalan teks, (3) karena tulisannya kurang jelas, (4) karena salah baca, atau
(5) karena kurang teliti. Sedang perubahan dapat terjadi karena (1) memang
disengaja oleh penyalin dengan anggapan ada ketidaktepatan dalam teks asli.
Maka yang ingin dikaji oleh filologi adalah memahami
dan menyalin teks untuk disesuaikan dengan teks aslinya, dan pada tahap
berikutnya dan merupakan kelanjutannya berusaha (2) untuk membahasakan sesuai
dengan bahasa yang ada pada masa filolog.[5]
E. PENDEKATAN HERMENEUTIK
Hermeneutik
berasal dari nama dewa Yunani, Hermes.
Dewa Hermes menurut keyakinan
orang-orang Yunani sebagai fungsi transmisi apa yang ada dibalik pemahaman
manusia ke dalam bentuk yang dapat ditangkap intelegensia manusia.
Akar kata Hermeneutika
berasal dari istilah Yunani dari kata kerja hermeneuin,
yang berarti “menafsirkan”, dan kata benda hermenia yang berarti
“interpretasi”. Karena itu kata yang sering diajukan adalah: Apakah
Hermeneutika itu? Dalam Webster’s Third New International Dictionary dijelaskan
difinisinya sebagai: “studi tentang prinsip-prinsip metedologis interpretasi
dan eksplansi khususnya kajian tentang prinsip-prinsip umum interpretasi Bibel.[6]
Pendekatan Hermeneutik bagi F.A. Wolf, memberikan interpretasi
gramatikal (aspek kebahasaan), histories (tempat dan waktu) dan retorik
(semangat kejiwaan, latar belakang, tujuan, dan makna filosofis yang terkandung
dalam suatu ide).[7]
Dalam pandangan F. Budi
Hardiman, ahli filsafat Drijarka, hermeneutik bukan barang asing lagi bagi
mereka yang menggali ilmu-ilmu seperti teologi, kitab suci, filsafat, dan
ilmu-ilmu sosial. Metode ini menurut sejarahnya telah dipakai di dalam
penelitian teks-teks kuno otoritatif, misalnya kitab suuci, kemudian diterapkan
juga di dalam teologi dan direflesikan
secara filosofis, sampai akhirnya juga menjadi metode di dalam ilmu-ilmu
sosial. Lalu, selain merupakan penafsiran teks, hermeneutik juga dipakai di
dalam berbagai bidang lainnya, seperti ilmu sejarah, hukum, sastra, dan
sebagainya.
Hermeneutik berurusan dengan
teks-teks. Jika kita sedang membaca sebuah teks dari seorang pengarang yang
kita kenal baik yang hidup sezaman dengan kita, kita tidak akan menghadapai kesulitan memahami
kalimat-kalimat dan kata-kata ataupun istilah-istilah khusus yang termuat dalam
teks tersebut. Ketidakjelasan makna teks dapat diatasi secara lisan oleh
pengarangnya, bila iamasih hidup atau oleh pemahaman kata-kata, kalimat-kallimat,
dan terminologi khusus yang memang sudah dikenal pada zaman kita ini. Apa yang
tertulis dalam teks itu dapat ditangkap secara kurang lebih ‘lurus’ dari makna
yang dimaksud pengarangnya.
Persoalannya menjadi lain
bila teks yang kita baca berasal dari
zaman dahulu. Kontak kita dengan pengarangnya terputus oleh sebuah rentan waktu
yang panjang sehingga dalam teks itu sulit kita pahami atau kita akan salah
pahami. Di sini, kita akan berusaha keras untuk menangkap sebagaimana yang
dimaksud oleh pengarangnya. Kita menghadapi problematika otentisitas makna
teks. Di sinilah, kita berhadapan dengan ‘problem hermenutik’ bagaimana
menafsirkan teks itu. Problematika dihadapi dalam berbagai bidang sejauh
menyangkut penafsiran, misalnya
bidang kesusastraan, tradisi-tradisi
religious (kitab-kitab suci, doktrin-doktrin,hukum-hukum), bidang hukum, ilmu
sejarah (prasasti, dokumen-dokumen kuno dan seterusnya). Oleh karena itu,
memahami apa itu hermeneutik teks akan sangat bermanfaat untuuk menambah
wawasan atau cara pandang kita terhadap produk-produk budaya masa lalu atau
tradisi beserta ilmu-ilmu yang berkenaan dengannya.
Dalam
kajian hermenutik ini dapat diperoleh tiga pengertian:
1.
Hermenutik dapat diartikan sebagai peralihan dari
suatu yang abstrak (misalnya ide pemikiran) ke dalam ungkapan-ungkapan yang
konkret (misalnya dalam bentuk bahasa).
2.
Terdapat usaha mengalihkan dari suatu bahasa asing
yang maknanya gelap, tidak diketahui ke dalam bahasa lain yang bisa dimengerti
oleh si pembaca.
3.
Seseorang sedang memindahkan sesuatu ungkapan pikiran
yang kurang jelas diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas.[8]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam kamus
besar Bahasa Indonesia, pendekatan adalah proses perbuatan, cara mendekati, usaha
dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang
diteliti, metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Pendekatan
tersebut yaitu:
1. Pendekatan Normatif adalah studi islam yang memandang masalah dari sudut legal-formal atau
normatifnya.
2. Pendekatan Semantik adalah kajian yang menekankan pada
aspek bahasa.
3. Pendekatan Filologi adalah pengetahuan tentang
sastra-sastra dalam arti luas yang mencakup sastra bahasa dan kebudayaan.
4. Pendekatan Hermaneutika adalah mengartikan, menafsirkan,
menerjemahkan suatu teks.
B.
Saran
Demikian makalah
tentang Pendekatan Teks Studi Islam. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini
masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran selalu kami harapkan
demi perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag. Metodologi Studi Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2007
Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, MA. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta:
ACAdeMIA. 2009
http://www.slideshare.net/rifianizemi/makalah-pendekatan-teks-studi-islam
[1] Rifiani
Zemi, “http://www.slideshare.net/rifianizemi/makalah-pendekatan-teks-studi-islam, Pada tanggal 30
November 2016, Pukul 21. 35 WITA
[2] Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, MA. Pengantar
Studi Islam, Yogyakarrta (ACAdeMIA: 2009) hlm. 197-200
[3] Ibid, hlm. 224-225
[4] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag, Metodologi Studi Islam, Bandung (Pustaka Setia:2007) hlm. 118-119
[5] Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, MA, Pengantar Studi Islam, (ACAdeMIA:2009) hlm. 225-226
[6] Prof.
Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag. op.cit, hlm.
105-106
[7] Prof.
Dr. H. Khoiruddin Nasution, MA. Pengantar Studi Islam, Yogyakarrta (ACAdeMIA: 2009)
hlm. 229
[8] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, Metodologi Studi Islam, Bandung (Pustaka Setia:2007) hlm. 107-108
No comments:
Post a Comment