Thursday, March 3, 2022

Sholat Sunnah

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam sebuah ibadah maupun perbuatan menurut syariat terdapat berbagai macam hukum yaitu wajib, haram, mubah, makruh, dan sunnah. Adapun suatu perbuatan ataupun ibadah yang dihukumkan sunnah bertujuan bukan hanya untuk mendapat pahala dan menambah iman saja, tetapi juga menyempurnakan yang wajib pada hari akhir nanti. Dalam hal ibadah terdapat yang wajib dan sunnah, begitu juga dalam shalat juga terdapat yang wajib dan sunnah.

Shalat merupakan salah satu ibadah dimana seorang hamba mendekatkan diri dan menyembah kepada Tuhan-Nya Allah swt. Allah swt merupakan Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Penyayang, setiap perbuatan ataupun ibadah patilah Allah swt berikan suatu keringanan, kemulian, kenikmatan, dan kebaikan bagi hamba-Nya yang melaksanakannya, begitu juga dalam shalat baik itu fardhu maupun sunnah juga terdapat kebaikan, kemuliaan, keringanan, dan kenikmatan bagi yang melaksanakanya dengan penuh ridha kepada Allah swt.

Dalam pembahasan ini akan dibahas mengenai beberapa shalat sunnah  diantaranya adalah shalat sunnah rawatib, shalat sunnah jamak dan qashar, serta shalat dua hari raya yaitu shalat Idul Fitri yang dilaksanakan setelah bulan puasa yaitu pada tanggal 1 Syawal. Dan shalat Idul Adha yaitu hari raya haji atau kurban dimana dilaksanakan shalat sunnah yang kemudian dilaksanakan kurban pada tanggal 10 Dzulhijjah.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana pelaksanaan Shalat Sunnah Rawatib Muakkad dan Ghairu Muakkad, Shalat Jamak Qashar, dan Shalat Dua Hari Raya ?

C.    Tujuan

1. Mengetahui pelaksanaan Shalat Sunnah Rawatib Muakkad dan Ghairu Muakkad, Shalat Jamak Qashar, dan Shalat Dua Hari Raya ?


1.       

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Shalat Sunnah Rawatib Muakkad dan Ghairu Muakkad

a.       Pengertian Shalat Sunnah Rawatib

Shalat sunnah rawatib adalah shalat yang mengiringi shalat fardhu lima waktu, baik yang dilakukan sebelum shalat fardhu ataupun sesudahnya. Shalat sunnah sebelum shalat fardhu disebut shalat sunnah qabliyah, sedangkan shalat sunnah sesudah shalat fardhu disebut shalat sunnah ba’diyah. Faedah shalat ini adalah menambal kekurangan dan cacat yang terjadi pada shalat fardhu.[1] Ditinjau dari anjuran pelaksanaannya, shalat sunnah rawatib terbagi menjadi dua, yaitu Shalat Sunnah Rawatib Muakkad (ibadah sunnah yang sangat dianjurkan mengerjakannya) dan Shalat Sunnah Rawatib Ghairu Muakkad (ibadah sunnah yang tidak begitu dianjurkan untuk melakukannya).[2]

b.      Pembagian Shalat Sunnah Rawatib Muakkad dan Dalilnya

Adapun shalat sunnah rawatib muakkad terdiri dari :

(1) Dua rakaat sebelum shalat subuh/qabliyah subuh

Rasulullah bersabda:

Dua rakaat sebelum shalat fajar/subuh lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim dan Tirmidzi dari Aisyah)

Shalat dua rakaat sebelum subuh adalah salah satu shalat sunnah yang sangat ditekuni oleh Rasulullah SAW. Dalam hadits yang bersumber dari Aisyah diterangkan bahwa:

Sesungguhnya Rasulullah tidak mengerjakan shalat sunnah setekun mengerjakan dua rakaat sebelum Subuh.” (HR. Bukhari Muslim)[3]

Adapun Niat Shalat Sunnah Rawatib sebelum shalat subuh/qabliyah subuh:

اُصَلِّي سُنَّةَ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَةً لِلّهِ تَعَالَى

“Sehajaku shalat sunnah dua rakaat sebelum subuh karena Allah Ta’ala”

(2) Dua rakaat sebelum shalat zuhur/qabliyah zuhur

Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan tentang keutamaan rawatib zuhur. Dia berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menjaga (shalat) empat rakaat sebelum zuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah haramkan baginya api neraka.” (HR. Ahmad)[4]

Adapun niat shalat sunnah rawatib sebelum shalat zuhur/qabliyah zuhur:

اُصَلِّي سُنَّةَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَةً لِلّهِ تَعَالَى

      “Sehajaku shalat sunnah dua rakaat sebelum zuhur karena Allah Ta’ala”

(3) Dua rakaat sesudah shalat zuhur/ba’diyah zuhur

Kemudian niat shalat sunnah rawatib ba’diyah zuhurnya:

اُصَلِّي سُنَّةَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَةً لِلّهِ تَعَالَى

“Sehajaku shalat sunnah dua rakaat sesudah zuhur karena Allah Ta’ala”

(4) Dua rakaat sesudah shalat maghrib/ba’diyah maghrib

Ibnu Mas’ud ra. Berkata, “Aku sudah tidak bisa menghitung berapa kali aku mendengar Rasulullah membaca surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlas ketika melakukan shalat 2 rakaat sesudah maghrib dan 2 rakaat sebelum subuh.” (HR. Ibnu Majah)

Mahmud bin Labid meriwayatkan, “Rasulullah mendatangi bani Abdul Ash-hal. Beliau menjadi imam shalat maghrib mereka. Setelah salam, beliau bersabda, “Lakukan 2 rakaat ini di rumah kalian.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasa’i)[5]

Niat shalat sunnah ba’diyah maghrib:

اُصَلِّي سُنَّةَ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَةً لِلّهِ تَعَالَى

      “Sehajaku shalat sunnah dua rakaat sesudah maghrib karena Allah Ta’ala”

(5) Dua rakaat sesudah shalat isya/ba’diyah isya

“Rasulullah SAW mengerjakan shalat sesudah isya sebanyak empat rakaat, baru setelah itu beliau tidur.” (HR. Abu Daud)[6]

Niatnya sebagai berikut:

اُصَلِّي سُنَّةَ الْعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَةً لِلّهِ تَعَالَى

Dari keterangan pembagian shalat sunnah rawatib tersebut bersumber pada hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang artinya : Dari Abdullah bin Umar ra. ia berkata, “Aku menghafal dari Nabi SAW 10 rakaat, yaitu: 2 rakaat sebelum zuhur, 2 rakaat sesudah zuhur, 2 rakaat sesudah maghrib, 2 rakaat sesudah isya dan 2 rakaat sesudah subuh.”(HR. Bukhari Muslim)

 

 

c.       Pembagian Shalat Sunnah Rawatib Ghairu Muakkad dan Dalilnya

Kemudian Shalat sunnah rawatib ghairu muakkad terdiri dari:

1) Dua atau Empat rakaat sebelum shalat ashar/qabliyah ashar (jika dikerjakan 4 rakaat, kerjakan dengan 2 kali salam)[7]

     Hal ini didasarkan pada hadits dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

     “Allah merahmati orang yang mengerjakan shalat sunnah sebelum Ashar empat rakaat.” (HR. Tirmidzi)

     Niatnya:

اُصَلِّي سُنَّةَ الْعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَةً لِلّهِ تَعَالَى

“Sehajaku shalat sunnah dua rakaat sebelum ashar karena Allah Ta’ala”

2) Dua rakaat sebelum maghrib/qabliyah maghrib

Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., “Saat itu, kami shalat 2 rakaat sebelum matahari terbenam. Rasulullah melihat kami, beliau tidak menyuruh dan tidak melarang.”[8]

Niatnya:

اُصَلِّي سُنَّةَ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَةً لِلّهِ تَعَالَى

“Sehajaku shalat sunnah dua rakaat sebelum  maghrib karena Allah Ta’ala”

3) Dua rakaat sebelum isya/qabliyah isya

“Diantara setiap azan dan iqamah ada shalat sunnah, di antara setiap adzan dan iqamah ada shalat sunnah.” Beliau bersabda untuk kali ketiganya, “Bagi yang mau” (HR. Bukhari dari Abdullah bin Mughaffal)

Niatnya:

اُصَلِّي سُنَّةَ الْعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَةً لِلّهِ تَعَالَى

Shalat sunnah rawatib muakkad dan ghairu muakkad dikerjakan sesuai dengan ketentuan berikut:

a.       Dikerjakan tidak berjama’ah (sendiri-sendiri)

b.      Bacaan tidak dikeraskan

c.       Tanpa adzan dan iqamah

d.      Diutamakan berpindah tempat shalat sunnah dari tempat shalat fardhu.[9]

Jika seseorang tidak sempat melakukan shalat sunnah yang ditentukan waktunya maka menurut pendapat yang azhhar disunahkan untuk mengqadhanya. Rasulullah pernah mengqadha salat sunnah qabliyyah subuh yang tidak sempat dilakukan kerena ketiduran ketika dalam perjalanan dalam suatu lembah. Beliau juga mengqadha shalat sunnah zuhur setelah shalat ashar. Shalat-shalat tersebut sunnah diqadha karena berkaitan dengan waktu seperti shalat-shalat fardhu baik dalam perjalanan maupun dirumah.[10]

 

B.      Shalat Jamak dan Qashar

a)      Shalat Jamak

1)      Pengertian dan Dalil Shalat Jamak

Shalat jamak merupakan shalat yang digabungkan, yaitu menggabungkan dua shalat fardhu yang dikerjakannya dalam satu waktu. Seperti menggabungkan shalat dzuhur dengan ashar yang dikerjakannya dalam waktu dzuhur atau dzuhur yang dikerjakan diwaktu ashar.[11]

Shalat fardu yang diperbolehkan untuk dijamak adalah shalat Dzuhur dengan Ashar dan Shalat Maghrib dengan Isya. Maka tidak diperbolehkan menjamak shalat yang pasangannya berbeda. Seperti menjamak shalat Ashar dengan Maghrib. [12]

Dalil Shalat Jamak

Rasulullah jika dia berpergian sebelum matahari tergelincir, maka ia akan mengakhirkan shalat Dzuhur sampai waktu Ashar, lalu ia berhenti kemudian menjamak antara dua shalat tersebut, namun jika matahari sudah tergelincir (sudah masuk waktu Dzuhur) sebelum ia pergi, maka ia melakukan shalat Dzuhur (dahulu) kemudian beliau naik kendaraan (berangkat), (H.R Bukhari dan Muslim)[13]

2)      Sebab diperbolehkan menjamak

·         Menurut kesepakatan sebagian besar imam mazhab yaitu dalam perjalanan jauh minimal 81 km

·         Perjalanan yang tidak bertujuan untuk mengerjakan maksiat’

·         Dalam keadaan sangat ketakutan atau khawatir, dalam keadaan sakit, hujan lebat, angina topan dan bencana alam[14]

3)      Macam- macam dan cara melakukan shalat jamak

·         Jamak Takdim ( yang didahulukan ), menjamak dua shalat yang dilakukan pada waktu yang pertama . contohnya melakukan shalat Dzuhur dengan Ashar diwaktu Dzuhur dan melaksanakan Jamak maghrib dengan Isya diwaktu maghrib.

Niat Jamak Taqdim Dzuhur dengan Ashar di waktu Dzuhur :

اُصَلِّى فَرْضَ الظُهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَقْدِيْمًا مَعَ العَصْرِ فَرْضًا للهِ تَعَالى

Sehajaku Shalat Fardu Dzuhur Empat Rakaat yang dijamak dengan Ashar, dengan jamak taqdim , fardhu karena Allah Ta’ala “

Kemudian Takbiratul Ihram , shalat Dzuhur 4 rakaat seperti biasa, Setelah salam langsung berdiri lagi dan berniat shalat yang kedua (Ashar), tidak boleh diselingi perbuatan atau perkataan misalnya zikir, berdoa dll.

Niat Shalat Asharnya

اُصَلِّى فَرْضَ العَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَقْدِيْمًا مَعَ الظُهْرِ فَرْضًا للهِ تَعَالى

“Sehajaku Shalat Fardhu Ashar Empat Rakaat yang dijamak dengan Dzuhur, dengan jamak taqdim. Fardhu karena Allah Ta’ala”.

·         Jamak Takhir ( yang diakhirkan ) menjamak waktu shalat yang dilakukan pada waktu yang kedua. Seperti melakukan shalat Maghrib dengan Isya yang mana Shalat Maghrib dikerjakan pada saat waktu Isya.’

Niat Jamak Takhir Maghrib dengan Isya diwaktu Isya ‘

اُصَلِى فَرْضَ المَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَأخِيْرًا مَعَ العِشَاءِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى

“Sehajaku Shalat Fardu Maghrib 3 Rakaat yang dijamak dengan Isya dengan jamak takhir, fardhu karena Allah Ta’ala”

Kemudian ketentuannya sama dengan Jamak Taqdim

Niat Jamak Takhir Isya

اُصَلّى فَرْضَ العِسَاءِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَأخِيْرًا مَعَ المَغْرِبِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى

“Sehajaku Shalat Fardu Isya 4 rakaat yang dijamak dengan Maghrib dengan jamak takhir, fardhu karena Allah Ta’ala”.[15]

4)      Syarat sah Jamak Taqdim

1        Berniat menjamak Shalat kedua pada shalat pertama

2        Mendahulukan shalat pertama’

3        Berurutan

Untuk Jamak Takhir

1.      Berniat ( melafazhkan pada shalat pertama untuk mentakhirkan shalat )

2.      Berurutan tidak ada selingan[16]

b)     Shalat Qashar

1)      Pengertian dan Dalil Shalat Qashar

Shalat qashar adalah shalat yang diperpendek atau diperingkas bilangan rakaatnya. Shalat yang dapat diqashar adalah shalat yang jumlah rakaatnya ada 4 seperti Dzuhur, Ashar dan Isya.

Dalil Shalat Qashar

Qs. An-Nisa: 101

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidak mengapa kamu mengqashar shalatmua, jika kamu takut diserang orang-orang kafir…”

2)      Hukum dan Syarat Shalat Qashar

1.      Jaiz (boleh) dalam perjalanan yang jauh yang yang telah mencapai jarak yang ditentukan’

Syarat qashar

a.       Dalam keadaan berpergian yang tidak melakukan perjalanan yang bertujuan untuk maksiat

b.      Jarak perjalanan minimal 48 mil atau sekitar 78 km[17]

3)      Niat Sholat Qashar

Seperti melakukan Qashar shalat Dzuhur

اُصَلّى فَرْضَ الظُهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا للهِ تَعَالى

 

“sehajaku sholat fardhu Dzuhur dua rakaat qashar karena Allah Ta’ala”

c)      Shalat Jamak Qashar

Para ulama fiqih telah menyepakati bahwa qashar shalat boleh dilakukan oleh musafir. Adapun cara pelaksanaannya sebagai berikut :

Pertama, shalat qashar jamak taqdim yaitu meringkas dan mengumpulkan dua shalat fardhu dikerjakan dalam waktu shalat yang pertama, misalnya shalat Dzuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu Dzuhur diringkas menjadi dua rakaat Sholat Dzuhur dan dua rakaat Sholat Ashar

Niat Shalat Dzuhur

اُصَلّى فَرْضَ الظُهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعًا اِلَيْهِ العَصْرُ جَمْعَ تَقْدِيْمًا للهِ تَعَالَى

Niat Shalat Ashar

اُصَلّى فَرْضَ العَصْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعًا اِلَى الظُهْرِ جَمْعَ تَقْدِيْمًا للهِ تَعَالَى

Caranya : dikerjakan terlebih dahulu sholat Dzuhur dua rakaat, setelah salam dilanjutkan dengan sholat Ashar dua rakaat.[18]

Kedua, shalat qashar jamak takhir yaitu meringkas dan juga mengumpulkan dua shalat fardu dalam waktu yang kedua.

Caranya : dikerjakan terlebih dahulu sholat maghrib tiga rakaat, kemudia disambung dengan sholat isya diringkas menjadi dua rakaat.[19]

 

C.    Shalat Dua Hari Raya

Dua hari raya adalah Idul Adha dan Idul Fitri, keduanya merupakan perayaan syar’i. Idul Fitri merayakan selesai kaum muslimin puasa Ramadhan yaitu pada tanggal 1 Syawal. Sedangkan Idul Adha merayakan penutupan kaum muslimin sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah yaitu tanggal 10 Dzulhijjah. Disebut dengan Id karena (يَعُوْدُ) “kembali dan berulang” pada waktunya. Hukum shalat dua hari raya adalah sunnah muakkad.[20] Dalam Firman Allah swt:[21]

!$¯RÎ) š»oYøsÜôãr& trOöqs3ø9$# , Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” Q.S Al-Kautsar: 1-2

ôs% yxn=øùr& `tB 4ª1ts? , tx.sŒur zOó$# ¾ÏmÎn/u 4©?|Ásù

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan Dia ingat nama Tuhannya, lalu Dia sembahyang.” Q.S Al-A’la: 14-15

 

1.      Syarat-syarat Shalat Id

Diantaranya yang paling penting adalah; masuk waktunya, adanya bilangan (jumlah jamaah) yang diperhitungkan, dan menetap (mukmin). Karena itu tidak boleh shalat sebelum waktunya, tidak boleh kurang dari tiga orang, dan tidak wajib atas musafir yang tidak menetap.[22]

 

2.      Tempat-tempat yang digunakan Shalat Id

Disunnahkan shalat di luar bangunan[23] bila ada udzur dilakukan di masjid, maka tidak mengapa.[24]

 

3.      Waktu Shalat Id

 Waktu shalat Id dimulai saat matahari setinggi kira-kira tiga meter dan berakhir apabila matahari bergeser ke barat..[25] Hadis riwayat Ahmad Hassan Al-Banna :[26]

“Rasulullah saw mengerjakan shalat Idul Fitri bersama kami, saat matahari setinggi kira-kira dua tombak, dan mengerjakan shalat Idul Adha saat matahari setinggi kira-kira satu tombak” [27]

 

4.      Bacaan dalam Shalat Id

Niat shalat Id :[28]

a.       Idul Fitri

أُ صَلِّى صُنَّةً لِعِيْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَا لَى

“Aku niat shalat sunnah ‘Idul Fitri dua rakaat karena Allah ta’ala”.

b.      Idul Adha

أُ صَلِّى صُنَّةً لِعِيْدِ الْاَضْحَى رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَا لَى

“Aku niat shalat ‘Idul Adha dua rakaat karena Allah ta’ala”.

Shalat hari raya ada dua rakaat. Pada rakaat pertama bertakbir sebanyak tujuh kali setelah takbiratul ihram dan iftitah serta sebelum ta’awwudz, membaca Al-Fatihah[29] disambung dengan surah yang disukai, lebih utama surah Qaf dan al- A’la.[30] Pada rakaat kedua bertakbir lima kali, tidak termasuk takbir bangkit dari sujud. Nabi saw bersabda :

Bertakbir pada shalat Idul Fitri tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat kedua, dan bacaan dilakukan sesudah itu” (H.R. Abu Dawud dan Daruquthni)[31]

 

Setiap takbir mengangkat kedua tangan.[32] Disunnahkan setiap takbir membaca tasbih:[33]

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلآ اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ

“Maha suci Allah, dan segala puji bagi Allah, tidak ada tuhan melainkan Allah dan Allah Maha Besar.”

 Dirakaat kedua membaca surah Al-Qamar dan Al-Ghasiyyah.[34]

 

5.       Khutbah

Waktu khutbah pada shalat id adalah sesudah waktu shalat Id.[35] Temanya adalah yang memiliki cakupan luas dan universal untuk seluruh perkara-perkara agama, mengajak kaum Muslimin membayar zakat fitrah, menjelaskan kepada mereka apa yang harus dibayarkan, mendorong kaum Muslimin untuk berkurban, dan menjelaskan hukum-hukumnya.[36]

 

6.      Hari Raya yang Jatuh Pada Hari Jum’at

Apabila jatuh pada hari Jumat, gugurlah kewajiban shalat Jum’at bagi orang yang sudah mengerjakan shalat hari raya. Sementara itu tetap disunnahkan mengerjakan shalat Jumat agar dapat diikuti oleh orang yang ingin menghadirinya atau oleh orang-orang yang pagi harinya tidak sempat mengikuti shalat hari raya.[37]

 

7.      Sunnah-sunnahnya : [38]

a. Disunnahkan menggelar Shalat Id di tanah lapangan dan terbuka dimana kaum Muslimin berkumpul dan bila ada udzur dilakukan di masjid, maka tidak mengapa.

b. Disunnahkan menyegerakan Shalat Idul Adha dan menunda Shalat Idul Fitri.

c. Disunnahkan makan beberapa kurma sebelum berangkat untuk Shalat Idul Fitri dan hendaklah tidak makan pada hari raya Idul Adha sampai shalat.

d. Disunnahkan kaum wanita dan anak-anak ramai-ramai mendatangi tempat shalat.[39]

e. Disunnahkan berangkat di awal waktu saat keluar untuk Shalat Id setelah subuh dengan berjalan kaki.

f. Seorang Muslim disunnahkan berhias, mandi, memakai pakaian terbaik, dan memakai wewangian.

g. Disunnahkan berkhutbah dan mendengarkan khutbah.[40]

i. Disunnahkan mengambil jalan yang berbeda saat pulang dan saat pergi.

j. Disunnahkan mengucapkan selamat hari raya.[41]


 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Shalat sunnah rawatib yaitu shalat yang mengiringi shalat fardhu lima waktu, baik yang dilakukan sebelum shalat fardhu ataupun sesudahnya. Shalat sunnah rawatib terbagi dua, yaitu Muakkad (ibadah sunnah yang sangat dianjurkan mengerjakannya) dan Ghairu Muakkad (ibadah sunnah yang tidak begitu dianjurkan untuk melakukannya.

Shalat jamak, yaitu menggabungkan dua shalat fardhu yang dikerjakannya dalam satu waktu. Shalat yang boleh dijamak adalah shalat Dzuhur dengan Ashar dan Shalat Maghrib dengan Isya. Diperbolehkan karena perjalanan jauh yang mencapai 81 km yang tujuannya bukan maksiat ataupun karena takut dan kawatir karena dikenai musibah. Shalat qashar yaitu shalat yang diringkas bilangan rakaatnya yaitu shalat yang jumlah rakaatnya 4 seperti Dzuhur, Ashar dan Isya. Diperbolehkan karena perjalanan jauh yang mencapai 78 km yang tujuannya bukan maksiat.

Shalat dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha dilaksanakan pada waktunya, tidak boleh kurang dari tiga orang, dan tidak wajib atas musafir yang tidak menetap. Dalam shalatnya dengan membaca niat, pada rakaat pertama bertakbir sebanyak tujuh kali, kemudian membaca Al-Fatihah dan surah Qaf dan al-A’la, pada rakaat kedua bertakbir sebanyak lima kali, kemudian membaca surah al-Qamar dan Al-Ghasiyyah.

 

B.     Saran

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan baik itu dari segi isi dan bentuk pengetikan. Karena itu kami sebagai pemakalah menerima berbagai kritik dan sarannya dari para pembaca sekalian. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat para pembaca dan kami sendiri sebagai pemakalah khususnya dalam hal ibadah yaitu shalat sunnah rawatib, jama, qashar, dan dua hari raya.

DAFTAR PUSTAKA

 

Asy-Syaikh, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Fikih Muyassar “Panduan Praktis Fikih dan Hukum Islam”, Penerjemah: Izzudin Karimi, (Jakarta: Darul Haq, 2015)

El-Hamdy, Ubaidurrahim, “Super Lengkap Shalat Sunnah”, (Jakarta: Wahyu Qolbu, 2014)

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Kairo: Darul Fath Lil I'lam Al-'Arobi, 2000)

Nuhuyanan, Abdul Kadir, Panduan Shalat Lengkap & Praktis Sesuai Petunjuk Rasulullah, (Jakarta: Akbar Media, 2012)

Wahbah Az-Zuhaili, “Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 9”, Penerjemah: Abdul Hayye al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2011)

Mahima Diahloka, Buku Pintar Beribadah Dalam Perjalanan, (Jalur Taqwa),

https://www.academia.edu/37528654/SHALAT_JAMAK_DAN_QASHAR_Program_Studi_Pendidikan_Bahasa_Arab

Nuhuyanan, Abdul Kadir, Pedoman & Tuntunan SHALAT lengkap, (Depok: Gema Insani, 2002)

 Al-Jazairi, Abu Bakr Jabir, Ensiklopedia Muslim, Penerjemah: Fadhli Bahri, (Bekasi: PT. Darul Falah, 2009)

Moh. Rifa’I, Risalah ”Tutunan Shalat Lengkap”, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2016)



[1] Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu asy-Syaikh, Fikih Muyassar “Panduan Praktis Fikih dan Hukum Islam”, Penerjemah: Izzudin Karimi, Jakarta : Darul Haq, 2015, hlm. 358

[2] Ubaidurrahim El-Hamdy, Super Lengkap Shalat Sunnah, (Jakarta: Wahyu Qolbu, 2014), hlm. 18

[3] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Kairo: Darul Fath Lil I'lam Al-'Arobi, 2000), hlm.256

[4] Ibid, hlm. 261

[5] Ibid, hlm. 263

[6] Ibid, hlm. 265

[7] Ibid., hlm. 264

[8] Ibid., hlm. 266

[9] Abdul Kadir Nuhuyanan, Panduan Shalat Lengkap & Praktis Sesuai Petunjuk Rasulullah, (Jakarta: Akbar Media, 2012), hlm. 66

[10] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 9, Penerjemah: Abdul Hayye al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 367

[11] Mahima Diahloka, Buku Pintar Beribadah Dalam Perjalanan, (Jalur Taqwa), hlm. 4

[12] Ibid., hlm. 46

[13] Ibid., hlm. 45

[14] Ibid., hlm. 46

[15] Ibid., hlm. 48-49

[16] Ibid., hlm. 49

[17]https://www.academia.edu/37528654/SHALAT_JAMAK_DAN_QASHAR_Program_Studi_Pendidikan_Bahasa_Arab

[18]Abdul Kadir Nuhuyanan, Pedoman & Tuntunan SHALAT lengkap, (Depok: Gema Insani, 2002), hlm.  39

[19] Ibid., hlm. 39

[20] Syaikh Shalih, Op., cit., hlm. 168-169

[21] Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedia Muslim, Penerjemah: Fadhli Bahri, (Bekasi: PT. Darul Falah, 2009), hlm. 364-365

[22] Syaikh Shalih, Op., cit., hlm. 169

[23] Ibid.

[24] Ibid., hlm. 172

[25] Sayyid Sabiq, Op., cit., hlm. 472

[26] Ibid., hlm. 472-473

[27] Satu tombak diperkirakan panjang 3 meter.

[28] Moh. Rifa’I, Risalah ”Tutunan Shalat Lengkap”, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2016), hlm.118

[29] Syaikh Shalih, Op., cit., hlm. 171

[30] Moh. Rifa’I, Op., cit.

[31] Sayyid Sabiq, Op., cit., hlm. 474

[32] Ibid., hlm. 473

[33] Moh. Rifa’I, Op., cit.

[34] Syaikh Shalih, Op., cit., hlm. 171

[35] Ibid., hlm. 172

[36] Ibid., hlm. 173

[37] Sayyid Sabiq, Op., cit., hlm. 469-470

[38] Syaikh Shalih, Op., cit., hlm. 172-173

[39] Sayyid Sabiq, Op., cit., hlm. 472

[40] Ibid., hlm. 476

[41] Ibid., hlm 481

No comments:

Post a Comment

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

  KATA PENGANTAR Segala puji syukur kita kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan karunianya, Rahmat, dan Hidayahnya yang berupa kesehata...