Thursday, February 17, 2022

Sejarah Peradilan Agama Indonesia


 

SEJARAH PERADILAN AGAMA DI INDONESIA

Sebelum membahas masalah sejarahnya kita harus tahu dulu apa itu pengertian dari Peradilan Agama. Peradilan Agama adalah salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat mencari keadilan di dalam suatu perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Infaq, shadaqah, dan Ekonomi Syariah.[1]

Pengadilan Agama di Indonesia mengalami pasang surut. Karena pada masa kolonial Belanda wawenangnya dibatasi dengan berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan bahkan sempat di rekayasa agar pengadilan agama melemah. Padahal sebelum kebijakan Belanda, Hukum Islam di Indonesia sudah mempunyai kedudukan yang kuat.

A.    Prapemerintah Hindia Belanda

1.      Periode Tahkim

Pada periode ini belum terbentuk adanya masyarakat yang modern. Masyarakat periode ini masih tergolong masyarakat yang sederhana yang terdiri dari kelompok-kelompok masyarkat yang dipimpin oleh kepala Adat. Mereka menyerahkan permasalahan kepada pemuka agama atau yang di anggap ahli agama. Penyerahan secara pribadi dan penyelesaian masalah pribadinya disebut tahkim.

2.      Periode Ahlill Hilli wal Aqdi

Pada masa ini jabatan seorang hakim atau Qodhi dilakukan secara pemilihan dan baiat oleh Ahlul Hilli Wal’aqdi, yaitu pengangkatan kepada seseorang yang sudah dipercaya ahli oleh majelis dan kumpulan orang-orang terkemuka. Qodhi dapat menyelesaikan masalah-masalah individual masyarakat. Dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut Qodi menerapkan hukum Islam.[2]

3.      Periode Tauliyah

a.       Di Aceh dengan nama Mahkamah Syari’ah Jeumpa

b.      Di Sumatra Utara dengan nama Mahkamah Majelis Syara’

c.       Di Kalimantan Selatan karena peran besar oleh Syeckh Arsyad Al-Banjari dinamakan Kerapatan Qadhi dan Kerapatan Qadhi Besar

d.      Di kerajaan Mataram pengadilan Surambi, disebut demikian karena tempat mengadili dan memutus perkara adalah di Serambi mesjid.

 

 

 

 

                                                                                                                                                                          

 

A.      Periode Peralihan Transisi

Hukum Perdata Islam sudah di akui oleh VOC pada tanggal 25 Mei 1760 yang berupa kumpulan hukum perkawinan dan hukum kewarisan menurut hukum Islam yang dipergunakan di pengadilan VOC.

B.      Periode Pemerintah Hindia Belanda Ke-1

Di dalam pasal 1 stbl.1882 no 152 bahwa dimana telah dibentuk pengadilan Landraad maka disana dibentuk pengadilan agama.

C.      Periode Pemerintah Hindia Belanda Ke-II

Pada masa ini apabila terjadi perkara perdata antara orang beragama Islam maka akan di selesaikan oleh hakim agama Islam apabila hukum adat menghendakinya. Dapat diartikan bahwa hukum Islam tidak berlaku lagi di Indonesia kecuali dikehandaki oleh hukum adat. Karena telah muncul pangkal tolak teori “Receptie”. Dan pada masa inilah wawenang Pengadilan Agama dengan perkara waris dihilangkan sehingga wawenangnya hanya untuk mengenai Nikah, Talaq dan Ruju’. Dalam pasal 3 ayat 1 apabila keputusan Hakim Agama tidak diterima untuk dijalankan, maka beralih ke Pengadilan Negeri.

D.      Periode Penjajahan Jepang

Lembaga Pengadilan Agama pasa masa ini tidak ada perubahan melainkan hanya perubahan nama yaitu Sooryoo Hooin untuk Pengadilan Agama dan Kaikyoo Kooto Hooin untuk Mahkamah Islam Tinggi (PTA). Akan tetapi pada masa ini Jepang berpendirian untuk mengadakan keseragaman dalam peradilan,  yaitu satu peradilan untuk semua golongan  kecuali untuk bangsa Jepang.

E.       Periode Setelah Kemerdekaan Indonesia

Dalam UU No.14 Tahun 1970 pokok kekuasaan kehakiman ditegaskan :

a.       Prinsip Peradilan dilakukan “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 4 ayat 1) Proses Peradilan Sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal 4 ayat 2)

b.      Kekuasan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan

ü  Peradilan Umum

ü  Peradilan Agama

ü  Peradilan Militer

ü  Peradilan Tata Usaha Negara

 

Dalam pasal 63 ayat 1 bahwa yang dimaksud dengan pengadilan dalam UU ini adalah: 

a.       Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam

b.      Pengadilan Umum bagi yang lainnya.

Setelah berlakunya UU No.1 tahun 1974 dan UU No. 7 tahun 1989 terdapat 16 hal yang merupakan wawenang Pengadilan Agama. Selanjutnya dikeluarkan Pengaturan Manteri Agama No. 3 Tahun 1975 tentang kewajiban pegawai pencatat nikah.

Pada tahun 1985 dikeluarkan UU No 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagai Lembaga Tinggi Negara sebagaimana dimaksud dalam ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat Republic Indonesia No III MPR/1978. Dalam pasal 2 ditetapkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Agama Tertinggi dari semua lingkungan pengadilan, yang dalam tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya.[3]

F.       Era Reformasi

Salah satu reformasi yang dituntut pada era reformasi ini adalah reformasi bidang hukum, termasuk dalam bidang peradilan. Hal ini disebabkan karena krisis dibidang hukum dan peradilan yang telah terjadi di Indonesia selama ini. Lemahnya penegakan hukum dan munculnya berbagai isu tentang berbagai praktek yang tidak benar dalam pelaksanaan penegakan hukum dan keadilan dilembaga peradilan.[4]

 

 



[2] Tri Wahyudi Abdullah, Peradilan Agama di Indonesia, PUSTAKA BELAJAR, Desember 2004, hal 5-7

No comments:

Post a Comment

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

  KATA PENGANTAR Segala puji syukur kita kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan karunianya, Rahmat, dan Hidayahnya yang berupa kesehata...