Friday, January 6, 2017

Pengertian Cita Negara

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam perspestif hukum tata negara, pembahasan mengenai konsep negara menjadi penting karena suatu konsep negara, suatu pandangan tentang negara, hakikat negara susunannya mempunyai pengaruh besar terhadap penafsiran aturan – aturan dasar suatu negara. pancasila merupakan norma dasar yang menjadi pandangan hidup bangsa indonesi. Secara formal pancasila di tuangkan dalam pembukaan UUD 1945. Pancasila dan pembukaan UUD 1945 dianggap sebagai norma dasar sekaligus sumber hukum positif bagi bangsa indonesia. Dalam hal ini hendak di wujudkan oleh bangsa Indonesia adalah masyarakat yang adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan pancasila dalam wadah NKRI  yang merdeka, bersatu berdaulatan rakyat dalam suasana kepribadian bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis, serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat adan tentram.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Cita Negara dalam UUD 1945 ?
2.      Bagaimana Cita Hukum Pancasila, Pembukaan, dan Penjelasan UUD 1945 ?
3.      Apa cita-cita dan tujuan nasional yang berdasarkan pancasila?

C.  Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian cita negara dalam UUD 1945
2.      Untuk mengetahui proses yang ada dalam cita hokum pancasila
3.      Untuk mengetahui cita-cita dan tujuan yang berdasarkan pancasila.










BAB II
PEMBAHASAN

1.    Pengertian Cita Negara (Staatsidee)
Kata cita negara ialah terjemahan kata staatsidee. Kata idee dapat di terjemahkan dengan cita. Cita ialah gagasan, rasa, cipta, pikiran. Menurut Oppenheim, cita negara yaitu hakikat yang paling dalam dari negara (de staats diepstewezen), sebagai kekuatan yang membentuk negara (de statenvormende kraccht). Elemen kunci dari teorinya adalah bahwa kepentingan umum akan selalu mendahului kepentingan individu dan kelompok. Dari pendapat tersebut dapat di simpulkan bahwa cita negara ialah hakikat negara yang paling dalam yang dapat memberi bentuk pada negara atau hakikat negara yang menetapkan bentuk negara.
Pengertian staatsidee merupakan pengertian penting dalam pendekatan positivis terhadap hukum konstitusional. Menurut doktrin ini, negara merupakan sebuah herarki hukum (yang dinamakan norma –norma hukum) dimana puncaknya disebut staatsidee ( grundnorm, staatfundamentalnorm, atau norma dasar).
Menurut Nawiasky isi norma dasar ialah norma yang merupakan dasar (landasan dasar filosofis) bagi pembentukan konstitusi termasuk norma perubahannya. Hakekat hukum suatu norma dasar ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi. Ia ada terlebih dahulu sebelum adanya konstitusi.

2.    Macam – macam Cita Negara
Menurut soepomo dalam pidatonya di depan sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 ada tiga teori atau aliran tentang negara. Pertama, teori perseorangan (individualistis). Menurut aliran ini negara ialah masyarakat hukum yang disusun atas kontraknya antara seluruh orang dalam masyarakat itu. Kedua, teori golongan dari negara (class theory). Negara dianggap sebagai alat dari sesuatu klasee untuk menindas klasee lain. Letiga, teori integralistik. Menurut aliran ini, negara ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, tetapi menjamin kepentingan rakyat seluruhnya sebagai persatuan. Aschaper, merinci cita negara menjadi delapan macam yaitu:
1.      Negara Kekuasaan;
2.      Negara Berdasarkan atas hukum;
3.      Negara Kerakyatan;
4.      Negara Kelas;
5.      Negara Liberal;
6.      Negara Totaliter kanan;
7.      Negara Totaliter kiri;
8.      Negara Kemakmuran.

3.    Pembahasan Cita Negara di BPUPKI
Upaya perumusan cita kenegaraan dalam UUD 1945 berkembang pemikiran diantara para anggota BPUPKI dan PPKI bahwa cita kenegaraan yang hendak di bangun secara khas dalam arti tidak meniru paham individualis-liberalisme yang justru telah melahirkan kolonialisme dan imperalisme yang harus di tentang, ataupun paham kolektivisme ekstrem seperti yang di perlihatkan dalam praktik dilingkungan negara – negara sosialis-komunis.
Asas kekeluargaan atau paham negara integralistik dilansir pertama kali di indonesia oleh Soepomo untuk menjamin sidang BPUPKI, tanggal 31 Mei 1945. Menurut pikiran ini, negara bukan dimaksudkan untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan melainkan dimaksudkan untuk menjamin kepentingan rakyat seluruhnya sebagai persatuan. Yang terpenting dalam aliran ini ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Selanjutnya Soepomo sejumlah unsur totaliter atau integralistik asli indonesia, terutama menyangku hubungan antara pimpinan dengan rakyat. Para pejabat negara ialah pimpinan yang bersatu jiwa dengan rakyat dan negara, pejabat negara senantiasa wajib memegang teguh persatuan dan keseimbangandalam masyarakat, yang terpenting dalam aliran ini ialah penghidupan bangsa seluruhnya.
Kepala rakyat senantiasa memperhatikan gerak gerik dalam masyarakatnya dan untuk maksud itu senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya agar seluruh pertalian batin antara pimpinan dan rakyat senantiasa terpeliara. Konsekuensinya, khususnya terhadap bentuk atau susunan pemerintah. Menurut Soepomo apapun bentuk pemerintah (monarki atau republik) dan pimpinan apa saja (presiden atau raja), yang penting pimpinan harus bersatu jiwa dengan rakyatnya oleh sebab tiu harus dibentuk sistem badan permusyawaratan supaya senantiasa mengetahui merasakan rasa keadilan rakyat dan cita – cita rakyat.
Pada tanggal 1 Juni 1945, Soepomo menyampaikan pidatonya yangsangat terkenal, “ pantja sila”, dimana rumusannya dapat dijadikan landasan filsafat untuk negara yang mereka kenal dengan (staatsidee). Lima sila Soekarno, kebangsaan, internasionalisme atau peri kemanusiaan, musyawarah dan perwakilan,kesejahteraan sosial, dan ketuhanan. Jika di anggap perlu, kata Soekarno, prinsip –prinsip itu dapat di peras menjadi tiga prinsip,”Gotong Royong”, yang artinya saling menolong, komotmen “semua untuk semua”. Pada tanggal 11 Juni 1945 Soepomo menanggalkan negara integralistiknya, ketika itu beliau menerima saran dari Soekarno dan anggota panitia penyusun UUD lainnya, agar UUD berdasarkan Preambule UUD yang sudah diterima sidang pleno yakni Piagam Jakarta.
Pada tanggal 13 Juni 1945, Soepomo yang ditunjuk menjadi ketua panitia kecil perancang UUD menguraikan dasar – dasar rancangan UUD didepan panitia perancang UUD antara lain:, mengemukakan tentang kedaulatan rakyat yang dilakukan oleh badan permusyawaratan rakyat, dalam pembentukan undang – undang presiden harus semufakat dengan dewan perwakilan rakyat. Selain itu, atas dasar sistem yang digunakan dalam UUD, maka hak – hak dasar tidak di masukkan dalam UUD. Pendapat tersebut di tanggapi oleh Bung Hatta, ia berpendapat ada baiknya dalam salah satu pasal disebut juga hak yang sudah di berikan kepada tiap warga negara indonesian itu, seperti hak untuk mengeluarkan suara, berkumpul dan bersidang atau menulis dan lain – lain. Hal tersebut di realisasikan dalam pasal 28 UUD 1945.

4.    Kritik terhadap gagasan “saatsidee integralistik” Soepomo
Catatan logeman tahun 1962 berisi kritik – kritiknya terhadap gagasan Soepomo tentang cita negara integralistik. Logeman mengatakan cita negara integralistik yang di kemukakan Soepomo pada hakikatnya tidak lain dari pada cita negara organic. Logeman mempertanyakan, apakah mungkin struktur desa yang agraris dan sebagai autarkis itu di pindah tangankan ke dalam struktur modern. Dalam mengemukakan gagasannya tentang kepala negara Indonesia yang mengandung persamaan dengan kepala desa sebagai orang pertama diantara sesamanya. Selanjutnya menurut logeman, Soepomo dalam pidatonya tidak menyinggung tentang kedaulatan rakyat.

Kritik lain di kemukakan oleh Marsilan, menurutnya konsep negara integralistik Soepomo menganut unsur-unsur ajaran Hegel. Unsur – unsur itu ialah :
1.      Di bidang bentuk negara, Soepomo tidak keberatan negara Indonesia dipimpin oleh raja, dengan hak turun temurun sekalipun;
2.      Dibidang kedaulatan rakyat, Soepomo tidak menjelaskan letak kedaulatan rakyat dalam konteks staatsidee-nya;
3.      Di bidang hak – hak warga negara, Soepomo menentang jaminan hak – hak dasar untuk dicantumkan dalam UUD.


CITA HUKUM PANCASILA, PEMBUKAAN DAN
PENJELASAN UUD 1945

A.    CitaHukum (Rechtsidee)Pancasila
Koesnoe menyatakan bahwa cita hukum itu merupakan nilai hukum yang diramu dalam Kesatuan dengan nilai-nilai lainnya, yang menunjukan pula sejauhmana fenomena kekuasaan terintgrasi padanya. Cita hokum itu meliputi segi formalnya, yaitu sebagai suatu wadah nilai-nilai hukum. Segi material cita hukum adalah sebagai nilai hukum yang telah diramu dalam satu kesatuan dengan nilai-nilai, fenomena kekuasaan, menurut cita rasa budaya masyarakat yang bersangkutan.
Cita hukum bangsa Indonesia berakar dalam Pancasila. Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia yang mengungkapkan pandangan bangsa Indonesia tentang hubungan Antara manusia dan Tuhan, manusia dan sesame manusia serta manusia dan alam semesta yang berintikan keyakinan tentang tempat manusia individual didalam masyarakat dan alam semesta. Secara formal Pancasila dicantumkan dalam pembukaan UUD1945, khususnya dalam rumusan lima dasar kefilsafatan negara, dan dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal- Pasal UUD tersebut. Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dianggap sebagai norma dasar, sebagai sumber hukum positif. Rumusan hokum dasar terdapat pada Pasal-Pasal UUD 1945 adalah pancaran dari norma yang ada dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila. Penjelasan UUD 1945 sendiri juga telah mengutarakan hal yang serupa, walaupun tidak menggunakan istilah norma dasar, melainkan dengan menyebutnya sebagai cita-cita hukum yang terwujud  dari Pembukaan UUD 1945.

B.     Pembukaan UUD 1945
Dalam siding tahunan MPRRI Tahun 1999 ada kesepakatan yang dicapai dalam melakukan perubahan UUD 1945, antara lain tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, karena hal itu dipandang sudah final. Kesepakatan untuk mempertahankan Pembukaan itu sebenarnya adalah salah satu dari alasan utama dibalik keputusan fraksi-fraksi MPR untuk hanya mengubah UUD 1945. Hal ini bertalian dengan fakta bahwa pembukaan tidak hanya berisi pernyataan kemerdekaan, tetapi juga memuat Pancasila, Ideologi negara pemersatu bangsa.
Menurut kajian Komisi Konstitusi, kesepakatan MPR untuk mempertahankan Pembukaan bukan sekedar didukung oleh kesepakatan nasional, namun mendapatkan pembenaran dari hal-hal sebagai berikut:
a.       Nilai dan Norma Dasar Negara (Staatsfundamental-norm)
Pembukaan UUD 1945 sangat terkait dengan peristiwa Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai perjanjian luhur. Kemerdekaan merupakan pintu gerbang kemerdekaan republic Indonesia sebagai negara berdaulat. Lebih dari itu, wujud konkrit Proklamasi secara historis Terkait dengan Piagam Jakarta. Mengabadikan nilai-nilai terpuji bangsa juga dapat menjadi tali batin masyarakat Indonesia untuk memelihara persatuan dan kesatuan
b.      Visi dan Misi Negara
Kehendak untuk tidak melakukan perubahan terhadap pembukaan sesungguhnya dikaitkan dengan dasar dan tujuan berdirinya NKRI. Tujuan tersebut mencakup juridiksi nasional maupun dimensi internasional. Tujuan juridiksi nasional tidak saja terbatas dalam memisahan kekuasaan antar lembaga negara. Akan tetapi, hendaknya dapat diarahkan pada upaya-upaya konkret untuk melindungi dan mensejahterakan segenap warga negara. Tujuan negara dalam dimensi internasional sertuang dalam sikap suatu negara untuk mematuhi ketentuan hokum internasional dan perdamaian dunia.

c.       Dasar dan Filsafat Negara (Filosofische Grondslag)
Pancasila sebagai dasar filsafat negara befungsi sebagai pengarah dan pemelihara komitmen kebersamaan, dan persatuan masyarakat Indonesia. Pancaila sebagai acuan dasar dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

d.      Cita Hukum (Rechtsidee)
Pembukaan mengandung cita hukum dan merupakan hukum tertinggi yang tidak saja mengandung prinsip-prinsip hukum fundamental, norma-norma dasar. Dengan demikian sebagai sumber hukum tertinggi ia menjadi acuan yuridis bagi ketentuan hukum yang secara hierarkis berada dibawah UUD.

C.  Pokok-pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945
Alenia pertama, menegaskan keyakinan bangsa Indoneisa bahwa kemerdekaan itua adalah hak asasi segala bangsa dan karena itu segala bentuk penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Alenia kedua, mengambarkan proses perjuangan bangsa Indonesia yang panjang dan penuh penderitaan yang akhirnya berhasil mengantarkan bangsa Indoneisa kedepan pintu gerbang kemerdekaan.
Alenia ketiga, terkait dengan Proklamasi yang dialamnya memuat pernyataan kemerdekaan Indoneisa sebagai rahmat atau pemberian Tuhan. Alenia keempat, menentukan dengan jelas mengenai tujuan negara, dasar negara Indonesia sebagai negara yang menganut prinsip demokrasi konstitusional, bangunan negara yang hendak dibentuk, dan Dasar Negara atau Pancasila.

D.  Kaitan antara Pembukaan dengan Batang Tubuh (Pasal - pasal)
Pembukaan dan Batang tubuh UUD 1945 mempunyai hubungan yang erat dan pada hakikatnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. UUD 1945 terdiri dari rangkaian pasal – pasal yang merupakan perwujudan dari pokok – pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD (nilai – nilai pancasila).

E.   Penjelasan UUD 1945
Ada dua pendapat tentang Penjelasan UUD 1945. Pertama, UUD 1945 terdiri dari Pembukaan, Batang tubuh dan Penjelasan (Penjelasan UUD 1945 merupakan bagian resmi yang dan tak terpisahkan dari UUD 1945). Kedua, UUD terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuh saja, sedangkan Penjelasan UUD 1945 bukanlah merupakan bagian resmi UUD 1945. Pendapat pertama, didasarkan atas Ketetapan MPRS No. XX Tahun 1966 yang secara tersirat menyatakan bahwa UUD 1945 terdiri atas: Pembukaan, Batang tubuh dan Penjelasan UUD 1945 yang merupakan Penjelasan autentik.Dalam berbagai hal Penjelasan mengandung muatan yang tidak konsisten dengan batang tubuh, dan memuat pula keterangan – keterangan yang semestinya menjadi materi muatan Batang tubuh maka PAHIII badan pekerja MPR akhirnya menyepakati dalam melakukan Amandemen UUD 1945, Penjelasan UUD 1945 ditiadakan, hal hal normative dalam bagian Penjelasan diangkat kedalam pasal-pasal. Sedangkan pendapat
Kedua didasarkan atas Pasal II aturan peralihan UUD Negara Republik Indonesia menyatakan:
“Dengan di tetapkanya prubahan UUD ini, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdiri atas Pembukaan dan Pasal - pasal.






BAB III
PENUTUP
A.  SIMPULAN
Dari apa yang telah diuraian diatas dapat disimpulkan bahwa, staatsidee atau norma dasar merupakan ladasan filosofis bagi pembentukan konstitusi suatu negara. Pancasila merupakan norma dasar yang dijadikan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia sekaligus mengungkapkan pandangan Bangsa Indonesia tentang hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dan sesame manusia
Serta manusia dan alam semesta yang berintikan keyakinan tentang tempat manusia individual didalam masyarakat dan alam semesta. Secara formal Pancasila dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945.
Dalam kenyataannya antara pembukaan UUD 1945 dengan beberapa pasalnya masih banyak kekurangan, maka harus dilakukannya perubahan terhadap isi UUD 1945.

B.  SARAN




















DAFTAR PUSTAKA

Huda, Ni’matul. 2008. UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang. Jakarta: Rajawali Pers
rainbownet.blogspot.com

No comments:

Post a Comment

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

  KATA PENGANTAR Segala puji syukur kita kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan karunianya, Rahmat, dan Hidayahnya yang berupa kesehata...