Wednesday, March 9, 2022

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)


 

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan karunianya, Rahmat, dan Hidayahnya yang berupa kesehatan, sehinggga makalah yang berjudul “Tugas Dan Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini di susun sebagai tugas individu mata kuliah Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, kami berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan maupun segi penyusunan. Oleh karena itu kritik dan saranlah yang bersifat membangun akan kami terima dengan senang hati demi perbaikan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini bisa memberikan informasi mengenai Kekuasaan Kehakiman di Indonesia dan bermanfaat bagi para pembacanya. Atas perhatian dan kesempatan yang di berikan untuk membuat makalah ini kami ucapkan terima kasih.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Banjarmasin, 24  April 2017

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

 

BAB I PENDAHULUAN 3

A.    LATAR BELAKANG 3

B.     RUMUSAN MASALAH 3

C.     TUJUAN 3

BAB II PEMBAHASAN

A.    TUGAS PERADILAN TATA USAHA NEGARA 4

B.     KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA 4

 

 

BAB III PENUTUP 9

KESIMPULAN 9

SARAN 9

 

DAFTAR PUSTAKA 10

                            

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah oleh UU No. 9/2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN), Peradilan Tata Usaha Negara diadakan untuk menghadapi kemungkinan timbulnya perbenturan kepentingan, perselisihan, atau sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat. UU PTUN memberikan 2 macam cara penyelesaian sengketa TUN yakni upaya administrasi yang penyelesaiannya masih dalam lingkungan administrasi pemerintahan sendiri serta melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa Tugas  Peradilan Tata Usaha Negara ?

2.      Apa Kewenangan dari Peradilan Tata Usaha Negara ?

 

C.     Tujuan

1.      Menyelesaikan Tugas

2.      Mengetahui Tugas Peradilan Tata Usaha Negara.

3.      Mengetahui Wewenang Peradilan Tata Usaha Negara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Tugas Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara

Kekuasaan peradilan ini dilakukan oleh pengadilan tata usaha negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota, dan pengadilan tinggi tata usaha negara yang berkedudukan di ibu kota provinsi.

Pengadilan tata usaha negara memiliki tugas, yaitu sebagai berikut.
a. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat pertama (di pengadilan tata usaha negara);
b. Memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara di tingkat banding (di pengadilan tinggi tata usaha negara);
c. Memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan tata usaha negara di dalam daerah hukumnya.[1]

Di Indonesia, kehadiran pengadilan tata usaha negara tergolong masih sangat baru. Keberadaannya didasarkan pada UU No. 9 tahun 2004 sebagai pengganti UU Nomor 5 tahun 1986 tentang Pengadilan

Tata Usaha Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1991.

 

Sengketa tata usaha negara menurut Pasal 5 UU NO. 4/1986 adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara.

Sementara itu, keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh badan tata usaha negara adalah keputusan tata usaha negara. Keputusan itu berisi tindakan hukum badan tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B.     Kewenangan Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara

Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang memeriksa dan memutus semua sengketa tata usaha negara dalam tingkat pertama. Sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara sebagai akibat

dikeluarkannya keputusan tata usaha negara adalah sengketa dalam tata usaha negara.

 

Keputusan tata usaha negara adalah suatu ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan tata usaha negara yang berisi tindakan hukum badan tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menerbitkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum.[2]

Menurut pasal 47 Undang-Undang No 5 tahun 1986 Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.

Maksudnya adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara, antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, dipusat atau di daerah akibat dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan maksud dari Keputusan Tata Usaha Negara menurut pasal 1 ayat (3) UU No 5 Tahun 1986 adalah suatu penetapan tertulis, yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat kongkret, individual, dan final yang menenimbulkan akibat hukum bagi seseorang.[3]

Kompetisi Peradilan Tata Usaha Negara menurut UU No 5 Tahun 1986 pasal 1 ayat (3) , Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat di gugat di peradilan Tata Usaha Negara harus memenuhi syarat-syarat :

 

(a)    Bersifat tertulis , untuk memudahkan pembuktian.

Pengertian tertulis dibawah ini bukanlah dalam bentuk formalnya, melainkan cukup tertulis, asal

1.      Jelas Badan atau pejabat Tata Usaha yang mengeluarkannya

2.      Jelas isi dan maksud tulisan tersebut yang menimbulkan hak dan kewajiban

3.      Jelas kepada siapa tulisan itu ditujukan.  

(b)   Bersifat kongkrit, obyek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara berwujud tertentu atau dapat di tentukan.

 

(c)    Bersifat individual, Keputusan Tata Usaha Negara tidak di ajukan untuk umum, tetapi di tujukan untuk orang-orang atau badan hukum perdata tertentu. Jadi tidak berupa suatu peraturan yang berlaku umum.

(d)   Bersifat final, artinya dapat menimbulkan akibat hukum, atau ketetapan yang tidak membutuhkan lagi persetujuan dari instansi atasannya.

Di samping itu, menurut ketentuan pasal 49 UU no 5 Tahun 1986 pengadilan tidak berwenang mengadili suatu sengketa Tata Usaha Negara, dalam hal keputusan Tata Usaha Negara itu di keluarkan :

a.       Dalam waktu perang, keadaan berbahaya, keadaan bencana, alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b.      Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam praktiknya alasan “ dalam keadaan mendesak untuk kepentinga umum” bisa menimbulkan permasalahan, karena sampai sekarang sulit ditentukan batasan dan ukuran yang objektif tentang “ kepentingan umum”. Biasanya “kepentingan umum” selalu dilihat dari sudut kacamata penguasa, sehingga sering merugikan kepentingan rakyat banyak.

 

Menurut pasal 2 UU no 5 tahun 1986 ada beberapa keputusan yang tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat dihadapan Peradilan Tata Usaha Negara , yaitu :

a.       Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan Hukum Perdata

b.      Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturaan yang berisfat umum

c.       Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan Persetujuan

d.      Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentutan kitab UU Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat Hukum Pidana

e.       Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan Badan Peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

f.       Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

g.      Keputusan panitia pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan Umum.[4]

Mengenai kompetensi ini ternyata Undang-Undang No 5 Tahun 1986 masih bersifat mendua, karena masih memberikan kewenangan kepada badan-badan lain ( peradilan semu ) di luar pengadilan yang ada di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadili sengketa Tata Usaha Negara tertentu.

Hal ini terlihat dari Pasal 48 UU No 5 Tahun 1986, yang menyebutkan:

(1)   Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administrasi yang tersedia.

(2)   Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), jika seluruh upaya administratif telah di selasaikan.

Yang dimaksud upaya administratif adalah suatu prosuder yang dapat ditempu oleh seseorang atau badan Hukum Perdata, apabila ia merasa tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan instansi yang bersangkutan.[5]

Sikap mendua dari UU Nomor 5 tahun 1986 dengan memberikan kewenangan kepada badan-badan lain selain pengadilan didalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan segketa Tata Usaha Negara tertentu, hal ini sangat kurang menguntungkan bagi perkembangan Peradilan Tata Usaha Negara sebagai Peradilan yang mandiri dan dapat merugikan masyarakat karena dengan seperti ini jelas akan mengurangi kemandirian dan keutuhan Peradilan Tata Usaha Negara.[6]

Peradilan Tata Usaha Negara sangat berguna bagi masyarakat, sekaligus bagi pemerintah sendiri. Apabila Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara sudah dilaksanakan, maka akan mempercepat terwujudnya pemerintahan ( aparat pemerintah )  yang bersih dan berwibawa. Dalam pemerintah dan masyarakat terjadi kesenjangan karena adanya keputusan yang di anggap merugikan rakyat, kesenjangan itu bisa di jembatani melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Misalnya, seorang Bupati atau Gubernur atau Menteri menuangkan satu keputusan yang menyangkut Tata Usaha Negara , kemudian keputusan tersebut di gugat oleh seseorang atau satu badan hukum privat, maka disinilah Peradilan Tata Usaha Negara menampilkan peranannya untuk mengisi apa sesungguhnya makna negara hukum. [7]

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pengadilan tata usaha negara memiliki tugas, yaitu sebagai berikut.
a. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat pertama (di pengadilan tata usaha negara)
b. Memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara di tingkat banding (di pengadilan tinggi tata usaha negara);
c. Memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan tata usaha negara di dalam daerah hukumnya.

Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang memeriksa dan memutus semua sengketa tata usaha negara dalam tingkat pertama. Sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara adalah sengketa dalam tata usaha negara.

 

B.     Saran

Setelah selesainya makalah ini, disana sini banyak kekurangan dari benarnya. Maka kami selaku penyusun makalah ini berharap kritik dan sarannya yang sifatnya membangun. Karena kami selaku penyusun masih dalam tahap belajar. Atas saran-saranya kami mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini berguna bagi penyusun dan pembacanya.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

§  http://kliksma.com/2016/09/tugas-peradilan-tata-usaha-negara.html di akses 25-04-2017

§  http://bolazaman.blogspot.co.id/2016/06/tugas-dan-wewenang-pengadilan-tata.html di akses 24-04-2017

§  Abdullah Rozali , Hukum acara peradilan tata usaha negara, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004) cet 9

§  Abdullah Rozali, Hukum acara peradilan tata usaha negara, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 1996) cet 4

§  Sudarsono, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, mahkamah agung, peradilan tata usaha negara , (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1994)

 

 



[3] Rozali Abdullah, Hukum acara peradilan tata usaha negara, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004) cet 9, hal 23

[4] Rozali Abdullah, Hukum acara peradilan tata usaha negara, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 1996) cet 4, hal 20-23

[5] Ibid.,cet 9 hal 28

[6] Ibid,. Cet 9 hal 30

[7] Sudarsono, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, mahkamah agung, peradilan tata usaha negara , (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1994) hal 13

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

  KATA PENGANTAR Segala puji syukur kita kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan karunianya, Rahmat, dan Hidayahnya yang berupa kesehata...