KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan
karunianya, Rahmat, dan Hidayahnya yang berupa kesehatan, sehinggga makalah
yang berjudul “Tugas Dan Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara” dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini di susun sebagai tugas individu mata kuliah Kekuasaan Kehakiman
di Indonesia, kami berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, namun
kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari
segi penulisan maupun segi penyusunan. Oleh karena itu kritik dan saranlah yang
bersifat membangun akan kami terima dengan senang hati demi perbaikan makalah
selanjutnya.
Semoga makalah ini bisa memberikan informasi mengenai Kekuasaan Kehakiman
di Indonesia dan bermanfaat bagi para pembacanya. Atas perhatian dan kesempatan
yang di berikan untuk membuat makalah ini kami ucapkan terima kasih.
Banjarmasin, 24 April 2017
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
B. RUMUSAN
MASALAH
C. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A.
TUGAS PERADILAN TATA USAHA NEGARA
B. KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di
Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah oleh UU
No. 9/2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN), Peradilan Tata Usaha
Negara diadakan untuk menghadapi kemungkinan timbulnya perbenturan kepentingan,
perselisihan, atau sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan
warga masyarakat. UU PTUN memberikan 2 macam cara penyelesaian sengketa TUN
yakni upaya administrasi yang penyelesaiannya masih dalam lingkungan
administrasi pemerintahan sendiri serta melalui gugatan ke Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN).
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Tugas Peradilan Tata
Usaha Negara ?
2. Apa Kewenangan dari Peradilan Tata Usaha Negara ?
C.
Tujuan
1.
Menyelesaikan
Tugas
2.
Mengetahui
Tugas Peradilan Tata Usaha Negara.
3.
Mengetahui
Wewenang Peradilan Tata Usaha Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tugas Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
Kekuasaan peradilan ini dilakukan oleh
pengadilan tata usaha negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota, dan
pengadilan tinggi tata usaha negara yang berkedudukan di ibu kota provinsi.
Pengadilan tata usaha negara memiliki tugas,
yaitu sebagai berikut.
a. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat
pertama (di pengadilan tata usaha negara);
b. Memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara di tingkat banding (di
pengadilan tinggi tata usaha negara);
c. Memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
mengadili antar pengadilan tata usaha negara di dalam daerah hukumnya.[1]
Di Indonesia, kehadiran pengadilan tata usaha negara tergolong
masih sangat baru. Keberadaannya didasarkan pada UU No. 9 tahun 2004 sebagai pengganti
UU Nomor 5 tahun 1986 tentang Pengadilan
Tata Usaha Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1991.
Sengketa tata usaha negara menurut Pasal 5 UU NO. 4/1986
adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara akibat
dikeluarkannya keputusan tata usaha negara.
Sementara itu, keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh badan
tata usaha negara adalah keputusan tata usaha negara. Keputusan itu berisi
tindakan hukum badan tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
B.
Kewenangan Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
Pengadilan
Tata Usaha Negara berwenang memeriksa dan memutus semua sengketa tata usaha
negara dalam tingkat pertama. Sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha
negara sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan tata usaha negara adalah sengketa
dalam tata usaha negara.
Keputusan tata usaha negara adalah suatu ketetapan tertulis
yang dikeluarkan oleh badan tata usaha negara yang berisi tindakan hukum badan
tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
menerbitkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum.[2]
Menurut pasal
47 Undang-Undang No 5 tahun 1986 Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
Maksudnya adalah
sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara, antara orang atau badan
hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, dipusat atau di
daerah akibat dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan
maksud dari Keputusan Tata Usaha Negara menurut pasal 1 ayat (3) UU No 5 Tahun
1986 adalah suatu penetapan tertulis, yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat kongkret, individual,
dan final yang menenimbulkan akibat hukum bagi seseorang.[3]
Kompetisi
Peradilan Tata Usaha Negara menurut UU No 5 Tahun 1986 pasal 1 ayat (3) ,
Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat di gugat di peradilan Tata Usaha Negara
harus memenuhi syarat-syarat :
(a)
Bersifat
tertulis , untuk memudahkan pembuktian.
Pengertian
tertulis dibawah ini bukanlah dalam bentuk formalnya, melainkan cukup tertulis,
asal
1.
Jelas
Badan atau pejabat Tata Usaha yang mengeluarkannya
2.
Jelas
isi dan maksud tulisan tersebut yang menimbulkan hak dan kewajiban
3.
Jelas
kepada siapa tulisan itu ditujukan.
(b)
Bersifat
kongkrit, obyek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara berwujud
tertentu atau dapat di tentukan.
(c)
Bersifat
individual, Keputusan Tata Usaha Negara tidak di ajukan untuk umum, tetapi di
tujukan untuk orang-orang atau badan hukum perdata tertentu. Jadi tidak berupa
suatu peraturan yang berlaku umum.
(d)
Bersifat
final, artinya dapat menimbulkan akibat hukum, atau ketetapan yang tidak
membutuhkan lagi persetujuan dari instansi atasannya.
Di samping itu, menurut ketentuan pasal 49 UU no 5 Tahun 1986
pengadilan tidak berwenang mengadili suatu sengketa Tata Usaha Negara, dalam
hal keputusan Tata Usaha Negara itu di keluarkan :
a.
Dalam
waktu perang, keadaan berbahaya, keadaan bencana, alam, atau keadaan luar biasa
yang membahayakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.
Dalam
keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam
praktiknya alasan “ dalam keadaan mendesak untuk kepentinga umum” bisa
menimbulkan permasalahan, karena sampai sekarang sulit ditentukan batasan dan
ukuran yang objektif tentang “ kepentingan umum”. Biasanya “kepentingan umum”
selalu dilihat dari sudut kacamata penguasa, sehingga sering merugikan
kepentingan rakyat banyak.
Menurut pasal 2
UU no 5 tahun 1986 ada beberapa keputusan yang tidak termasuk dalam pengertian
Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat dihadapan Peradilan Tata Usaha
Negara , yaitu :
a.
Keputusan
Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan Hukum Perdata
b.
Keputusan
Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturaan yang berisfat umum
c.
Keputusan
Tata Usaha Negara yang masih memerlukan Persetujuan
d.
Keputusan
Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentutan kitab UU Hukum Acara
Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat Hukum Pidana
e.
Keputusan
Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan Badan Peradilan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
f.
Keputusan
Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
g.
Keputusan
panitia pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan
Umum.[4]
Mengenai
kompetensi ini ternyata Undang-Undang No 5 Tahun 1986 masih bersifat mendua,
karena masih memberikan kewenangan kepada badan-badan lain ( peradilan semu )
di luar pengadilan yang ada di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadili
sengketa Tata Usaha Negara tertentu.
Hal ini
terlihat dari Pasal 48 UU No 5 Tahun 1986, yang menyebutkan:
(1)
Dalam
hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara
administratif sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui
upaya administrasi yang tersedia.
(2)
Pengadilan
baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), jika seluruh upaya administratif telah di
selasaikan.
Yang dimaksud
upaya administratif adalah suatu prosuder yang dapat ditempu oleh seseorang
atau badan Hukum Perdata, apabila ia merasa tidak puas terhadap suatu Keputusan
Tata Usaha Negara. Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan instansi yang
bersangkutan.[5]
Sikap mendua
dari UU Nomor 5 tahun 1986 dengan memberikan kewenangan kepada badan-badan lain
selain pengadilan didalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara untuk
memeriksa, memutus dan menyelesaikan segketa Tata Usaha Negara tertentu, hal
ini sangat kurang menguntungkan bagi perkembangan Peradilan Tata Usaha Negara
sebagai Peradilan yang mandiri dan dapat merugikan masyarakat karena dengan
seperti ini jelas akan mengurangi kemandirian dan keutuhan Peradilan Tata Usaha
Negara.[6]
Peradilan Tata
Usaha Negara sangat berguna bagi masyarakat, sekaligus bagi pemerintah sendiri.
Apabila Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara sudah dilaksanakan, maka akan
mempercepat terwujudnya pemerintahan ( aparat pemerintah ) yang bersih dan berwibawa. Dalam pemerintah
dan masyarakat terjadi kesenjangan karena adanya keputusan yang di anggap
merugikan rakyat, kesenjangan itu bisa di jembatani melalui Peradilan Tata
Usaha Negara. Misalnya, seorang Bupati atau Gubernur atau Menteri menuangkan
satu keputusan yang menyangkut Tata Usaha Negara , kemudian keputusan tersebut
di gugat oleh seseorang atau satu badan hukum privat, maka disinilah Peradilan
Tata Usaha Negara menampilkan peranannya untuk mengisi apa sesungguhnya makna
negara hukum. [7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengadilan
tata usaha negara memiliki tugas, yaitu sebagai berikut.
a. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat
pertama (di pengadilan tata usaha negara)
b. Memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara di tingkat banding (di
pengadilan tinggi tata usaha negara);
c. Memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
mengadili antar pengadilan tata usaha negara di dalam daerah hukumnya.
Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang memeriksa dan memutus
semua sengketa tata usaha negara dalam tingkat pertama. Sengketa yang timbul
dalam bidang tata usaha negara sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata
usaha negara adalah sengketa dalam tata usaha negara.
B. Saran
Setelah selesainya makalah ini, disana sini banyak kekurangan dari
benarnya. Maka kami selaku penyusun makalah ini berharap kritik dan sarannya
yang sifatnya membangun. Karena kami selaku penyusun masih dalam tahap belajar.
Atas saran-saranya kami mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini berguna
bagi penyusun dan pembacanya.
DAFTAR PUSTAKA
§ http://kliksma.com/2016/09/tugas-peradilan-tata-usaha-negara.html di akses 25-04-2017
§ http://bolazaman.blogspot.co.id/2016/06/tugas-dan-wewenang-pengadilan-tata.html di akses 24-04-2017
§ Abdullah Rozali , Hukum acara peradilan tata usaha negara,
(Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004) cet 9
§ Abdullah Rozali,
Hukum acara peradilan tata usaha negara, (Jakarta: PT RajaGrafindo,
1996) cet 4
§ Sudarsono, pengadilan
negeri, pengadilan tinggi, mahkamah agung, peradilan tata usaha negara , (Jakarta:
PT RINEKA CIPTA, 1994)
v [1]
http://kliksma.com/2016/09/tugas-peradilan-tata-usaha-negara.html
di akses 25-04-2017
[2]
http://bolazaman.blogspot.co.id/2016/06/tugas-dan-wewenang-pengadilan-tata.html
di akses 24-04-2017
[3]
Rozali Abdullah, Hukum acara peradilan tata usaha negara, (Jakarta: PT
RajaGrafindo, 2004) cet 9, hal 23
[4]
Rozali Abdullah, Hukum acara peradilan tata usaha negara, (Jakarta: PT
RajaGrafindo, 1996) cet 4, hal 20-23
[5]
Ibid.,cet 9 hal 28
[6]
Ibid,. Cet 9 hal 30
[7]
Sudarsono, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, mahkamah agung, peradilan
tata usaha negara , (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1994) hal 13